Skip to main content

Mengapa cerita sinetron terkesan Mbulet?

Mengapa cerita sinetron terkesan Mbulet?

Di instagram, akun milik salah seorang artis cewek idaman saya wkwk! sebut saja nama tengahnya Gabriela. Pada kolom komentarnya tanpa sengaja saya lihat ada beberapa pengomentar yang mempertanyakan soal sinetron Indonesia secara keseluruhan yang rata-rata jalan ceritanya selalu mbulet (tak selesai-selesai).

Di facebook, tanpa sengaja juga, saya membaca postingan dari salah seorang novelis bernama Tere Leye. Dari sekian panjang postingannya saya terfokus pada salah satu baris kalimat yang kurang lebih bermakna begini: "Novel beliau pernah diangkat jadi sinetron tapi baru beberapa episode lalu diberhentikan karena rangkingnya berada di urutan 20".

Saya tak begitu paham apa yang dimaksud dengan rangking tapi kemungkinan yang dimaksud adalah penontonnya sedikit kali ya? sehingga hanya menempati urutan 20 dan sinetronnya diberhentikan.

Tere Leye mengangkat novel/bukunya menjadi sinetron berharap persinetronan Indonesia memiliki kisah yang dapat mengedukasi penonton tapi sayangnya sepertinya beliau gagal.

Dari permasalahan diatas jika dibuat gambaran mungkin akan seperti berikut.

Kalau misalnya TV memaksakan menayangkan sinetron yang edukatif bisa-bisa mereka tidak memiliki penonton dan berakhir rugi dan juga kasian penonton yang sudah terbiasa terhibur oleh sinetron yang tidak edukatif, bisa-bisa tidak terhibur lagi (wkwk ini cuma dugaan saya aja).

Dilematis juga kan kalau seumpamanya situasinya begitu?

Menurut Agan mana yang lebih baik?

Tayangkan saja sinetron edukatif dengan resiko penontonnya bubar ataukah tayangkan saja sinetron tidak edukatif yang penting menghibur?

Sesuatu yang edukatif ini biasanya berat, sulit dicerna, bikin pusing dan bikin ingin kabur.

Edukatif ini dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat di ambil manfaatnya.

Tapi sepertinya walau edukatif kalau penontonnya tidak bisa menangkap pesan yang disampaikan jadi percuma juga ya.

Lalu letak permasalahannya kira-kira ada dimana. Apakah di penonton ataukah di pihak pembuat program?

Yang jelas sinetron ada karena penontonnya juga ada. Kalau boleh menebak saya rasa penonton dan pembuat sinetron ini kalangan Generasi X dan Y. Kalau generasi Z mungkin tontonannya Youtube dan TikTok wkwk!

Kalau pendapat para artis di acara-acara Talkshow biasanya, mereka seolah kompak mengomentari satu hal yaitu "Pembuatannya terburu-buru, sutingnya sore dan malamnya ditayangkan."

Kalau menurut Prof. Dr. KH. Jaey Angel, saat Tim JZ menyambangi kediamannya di awan, beliau mengatakan: "Sesuatu yang hebat biasanya dibuat oleh orang hebat dan buatannya dipandang hebat oleh orang-orang yang hebat."

"Wkwk!" Pungkasnya.

Comments

  1. Begitulah penonton Indonesia.

    Dikasih tontonan berfaedah malah ogah.
    Giliran tontonan sampah malah nambah.🤣

    Menurut pakar KH Jaey Gupta yang mengasuh channel JaeyZone, ada beberapa sebab.

    Pertama karena sinetron di Indonesia itu masih mengandalkan rating sebagai acuan, misalnya ratingnya tinggi biarpun kualitas nya memprihatinkan tidak masalah, yang penting banyak penonton dan iklan berderet-deret bahkan antri.

    Sebaliknya, minat menonton sinetron yang edukatif atau bagus itu rendah, penonton jarang sehingga pengiklan ogah mampir, produser juga tidak mau rugi sehingga langsung stop produksi.

    Terus solusinya bagaimana agar sinetron Indonesia bagus dan berkualitas tapi banyak penontonnya???

    Solusinya, silahkan tonton channel JaeyZone agar tahu dari pakarnya.😊

    ReplyDelete
    Replies

    1. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

      Delete
    2. Seperti blog juga ya, ada ratingnya, ada periklanannya 😅👍

      Delete
    3. Memang begitu hu, rating malah penting, bahkan ada kabar burung, produser sinetron kadang ngasih komisi ke lembaga ratinga agar rating sinetronnya naik. Entah burung siapa itu yang sok tahu, mungkin burung KH Jaey Gupta.🤣

      Delete
    4. Semacam beli backlink mungkin ya biar rating alexa ramping 🤣 bener2 mirip dunia blog 👍

      Iya soal rating mgkn memang begitu, aku juga lihat kabar burungnya dari film Death Race, film ttg Napi balapan sampai mati utk kepuasan ego kepala penjara demi mendapatkan rating 1 dari acara balapan itu 🤣

      Delete

  2. Semuanya semata2 demi bisnis Huuu.... Hasilnya bagus kalau dipasaran sepi yaa sang artis juga ogah syuting lagi Huu, Karena bayarannya murah.🤣🤣🤣🤣 Cuma bisa beli kondom doang kan repot jadinya Huu.🤣🤣🤣


    Generasi X,Y,Z waduh gue belum ngalamin tuh Huu....Yang gue tahu XYZ nama domain yang terkesan negatif. Karena sering digunakan oleh penulis2 Vokep.🤣🤣🤣🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, iya xyz sering dipakai situs2 anu 😅👍

      Delete
  3. Replies
    1. Iya biar episodenya jadi ratusan tapi jadi mbulet dan lama2 menghilang tanpa tamat, katanya 😅

      Delete
    2. Seperti sinetron Ikutan Cinta ya, awalnya sebenarnya bagus dan laris, produser lihat kesempatan untuk raup cuan jadinya dibikin lanjutannya, judulnya Ikut-ikutan Cinta.

      Ikut-ikutan Cinta laris juga biarpun jalan ceritanya sudah mulai mbulet, bikin lagi sekuelnya, judulnya Sikut-sikutan Cinta.🤣

      Delete
    3. Iya coba bikin pendek2 saja seperlunya, 12 episodan seperti drakor, atau bikin skuel juga bagus dgn judul baru biar segar.

      Btw betulkah ada yg judulnya sikut-sikutan cinta 🤣

      Kalau aku hampir blm pernah nonton sinetron mas, cuma pernah nonton FTV.. nonton 1 jam selesai 🤣

      Delete
  4. persoalannya sinetron kita yang tema edukatif itu sifatnya "mengajari," bahkan "indoktrinisasi".... penonton jadi malas, karena merasa bodoh, harus diajar.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya juga sih, edukasi jadi kaku. Perlu skill khusus memang untuk menjadikan edukasi menjadi menyenangkan 😅

      Delete
    2. Apa yang menyusahkan pak?

      Delete
  5. Beda dengan sinetron atau film model Hollywood, edukasi itu melalui cerita cerita: konyol, sial, lucu, petualangan dsbnya....

    contohnya film Home Alone, itu film edukasi tentang perayaan natal, dan mendidik penonton untuk hati hati saat liburan.... laku keras, banyak penonton

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya pak, itulah yg saya maksud dgn "pembuatnya dan penontonnya dari kalangan Generasi X dan Y." Generasi yg rata2 berwawasan kaku dan kolot kecuali saya wlw saya Gen-Y tapi kdg bisa jadi Gen-Z juga. 😅

      Delete

Post a Comment