Skip to main content

Asal-Usul Penduduk Berau, Kalimantan Timur


Menurut para ahli antropologi, orang-orang yang pertama kali bermukim di Kalimantan Timur termasuk Berau (Berayu) adalah proto melayu (melayu tua) yang keturunan-keturunannya biasa disebut Suku Dayak.

Khusus di Kalimantan Timur, pendapat ini masih simpang siur. Namun yang pasti semua suku Dayak sekarang berasal dari keturunan imigran bangsa Austronesia dari cina selatan yang kini disebut Yunan. Dari tempat inilah kelompok-kelompok kecil mengembara/berpindah, tidak sekaligus, secara bergelombang melalui Indocina ke semenanjung malaysia, kemudian memasuki pulau-pulau di Indonesia terutama Sumatra dan ada juga melalui Philipina ke pulau-pulau lainnya di Indonesia. Kejadian ini kira-kira di abad ke-4 SM yang dikenal dengan perpindahan penduduk melayu tua (Proto Melayu).

Kelompok-kelompok pertama yang memasuki Kalimantan ialah Negrid dan Weddit sekarang sudah tidak ada lagi. Disusul kemudian oleh kelompok-kelompok yang lebih besar Proto Melayu (melayu tua) yang keturunan-keturunannya ini sekarang dikenal dengan Suku Dayak.


Didaerah berau dikenal 5 Sub suku Dayak yaitu : Segayi, Punan, Kenyah, Labbu dan Bassap, yang hampir semuanya memilih tinggal di daerah pedalaman di hulu-hulu sungai segah dan kelay. Sebenarnya dari literaur kuno tidak diketemukan istilah dayak atau daya. Istilah ini baru timbul dan berkembang dizaman penjajahan Kolonial Belanda. Mereka menamankan dirinya dengan orang Kenyah, Segay, Punan, Labbu dan Basap.

Diantara sub suku Proto Melayu (melayu tua) yang tinggal di daerah berau, hanya sub suku dayak segayi yang dapat membentuk pemerintahan berdasarkan hukum adat yang diwarisi dari leluhur mereka sejak dulu kala. Hukum adat inilah yang mengatur ketertiban keamanan dan menyelesaikan sengketa diantara sesama mereka. Mereka memeiliki kepala pemerintahan yang disebut HAPPOCIE (Raja). Para penasehat dan tetua-tetua kampung adalah orang-orang yang mengerti dan paham akan hukum adat sebagai yang teradat pada sub suku Dayak tersebut.

Pemerintahan yang sesuai dengan hukum adat ini telah diuraikan oleh Soltan Achmad Maulana dari Gunung Tabur di dalam bukunya yang berjudul ADAT ORANG DAYAK DI GUNUNG TABUR (SEGAH) yang telah diterbitkan oleh yayasan IDAYU pada tahun 1979 di Jakarta.

Yang disebut dengan orang Banua adalah orang-orang yang merupakan penduduk berau dahulu kala. Mereka berasal dari keturunan bangsa melayu yang membuat koloni atau pemukiman beberapa abad lampau. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada zaman dahulu Berau dibawah pengaruh Kerajaan Majapahit. Demikian menurut J.S. KROM KONTLER berau dalam MEMORIE OVER GAVE EN OVERNAME S1 Juli 1990 tentang Asal-usul penduduk Berau.

Dr. Muhammad Ramli yang bertugas sebagai Dokter mencoba mengadakan penelitian` dengan metode Gubernemen di Berau. Ia sangat tertarik dengan masalah asal-usul ini. Kemudian Dr. Muhammad Ramli kembali mencoba mengadakan penelitian selanjutnya dengan menggunakan metode Bloedgroepbepaling (Ketentuan Golongan darah) dan dari hasil penelitian tersebut Dr. M. Ramli berkesimpulan bahwa orang-orang banua merupakan keturunan dari Deutro Malay (melayu muda sumatra).

Jika diperhatikan penggunaan bahasa lisan sehari-hari di masyarakat suku berau, terdapat kata-kata yang sama yang juga terdapat di suku-suku lain yang merupakan keturunan Deutro Malay (Melayu muda Sumatra). Contoh terdekatnya adalah suku banjar dan Kutai yang juga banyak terdapat di Kalimantan timur.

Dibeberapa tempat di daerah Berau, banyak terjadi percampuran darah dari perkawinan dengan suku lainnya, namun demikian masyarakat banua masih tetap mempertahankan identitas (jati diri) terutama Raja-raja dan para bangsawan yang merupakan keturunan asli Melayu.(Sumber Buku Sejarah Raja-raja Berau karya H. AJI RAHMATSYAH)

Sumber:  Warkop Dangkita

Comments

Post a Comment