Pendidikan budi pekerti menjadi persoalan serius kita. Karena dikucilkan puluhan tahun, kini melacaknya bagai mencari jarum di tumpukan jerami. Sebagai suatu materi pendidikan, pendidikan budi pekerti timbul tenggelam dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia.
Tanda kita tak serius membentuk manusia Indonesia yang cerdas dan berakhlak mulia.
Bicara pendidikan, intinya budi pekerti. Karena budi pekerti dianggap sepele, kita sekadar mengajarkan ilmu tentang budi pekerti. Bukan mendidik budi pekerti.
Dalam pandangan Imam Al-Ghazali, belajar adalah proses jiwa yang bertujuan untuk membentuk akhlak yang mulia. Jiwa yang baik menghasilkan akhlakul karimah, sedangkan jiwa yang buruk menghasilkan akhlak mazhmumah. Maka, tugas sejati pendidikan adalah mendidik jiwa (qalbu) anak dengan siraman iman.
Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, akan baik pula (amal dan perilaku) semua jasadnya. Dan, apabila segumpal daging itu buruk, akan buruk pula (amal dan perilaku) semua jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging itu namanya Qalbu." (HR. Muslim)
Ketika anak sudah berani membantah nasihat orang tua, berkata-kata kasar dan menyakiti perasaan orang tua, apakah ada pendidikan budi pekerti di rumah, Mengapa pula ada orang tua yang resah karena anaknya tidak juara kelas, tetapi tak resah ketika anaknya berani meninggalkan shalat.
Setali tiga uang dengan yang terjadi di sekolah.
Banyak orang terpelajar, tapi tak terdidik. Terpelajar bicara kecerdasan, terdidik bicara budi pekerti. Gelarnya tinggi, tapi perilakunya membuat masyarakat prihatin. Inilah akibat jika manusia hanya dilatih kecerdasannya saja tanpa dididik budi pekertinya. Beruntunglah keluarga dan sekolah yang istiqamah mendidik dan menyucikan jiwa anak-anak sehingga menjadi manusia berbudi pekerti luhur (QS asy-Syams: 9 - 10).
Orang tua dan guru hendaknya setia membimbing anak kepada akhlak mulia. Diriwayatkan dari Anas RA yang telah menceritakan, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepadanya:
"Wahai anakku, jika engkau mampu membersihkan hatimu dari kecurangan terhadap seseorang, baik pagi hari maupun petang hari, maka lakukanlah!" Selanjutnya, beliau melanjutkan:
"Wahai anakku, yang demikian itu termasuk tuntunanku. Barang siapa yang menghidupkan tuntunanku, berarti ia mencintaiku, dan barang siapa yang mencintaiku, niscaya akan bersamaku di dalam surga." (HR Tirmidzi).
Idealnya, mendidik budi pekerti pada diri anak-anak dilakukan sejak dini. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, menjelaskan beberapa cara untuk mendidik budi pekerti anak-anak,
"... Hendaknya dia dilarang memulai pembicaraan dan dibiasakan untuk tidak berbicara selain untuk menjawab sesuai dengan kadar pertanyaan. Hendaklah dia dibiasakan untuk mendengar dengan baik jika orang lain yang lebih besar daripadanya berbicara, berdiri menghormat orang yang lebih atas daripadanya, meluaskan tempat duduk baginya, duduk di hadapannya dengan sopan, tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak ada gunanya dan kata-kata yang kotor, tidak mengeluarkan kutukan dan makian, serta tidak bergaul dengan orang yang mulutnya biasa mengeluarkan sesuatu dari kata-kata tersebut.
Demikian, itu karena sesungguhnya hal itu pasti karena terpengaruh dari teman-teman yang buruk, padahal pokok pendidikan bagi anak-anak adalah menghindarkannya dari teman-teman yang jahat." (Abdur Rahman, 135)
Sebagai orang tua dan guru, didiklah diri sendiri sebelum kita mendidik anak-anak. Karena tanpa keteladanan, pendidikan budi pekerti tak akan pernah bisa melahirkan generasi cerdas dan berakhlak mulia. Mendidik budi pekerti bukan berwacana. Dengan niat dan ikhtiar mendidik karena mengharap ridha Allah SWT, alangkah lebih baiknya jika disempurnakan dengan doa yang kerap dipanjatkan Rasulullah SAW supaya kita senantiasa diberi kemuliaan akhlak: "Ya Allah, tunjukkanlah aku kepada akhlak yang paling baik, karentiada seorang pun yang mampu menunjukkan hal ini kecuali Engkau. Ya Allah, jauhkanlah aku dari akhlak yang buruk, karena tidak ada yang dapat menjauhkan hal itu kecuali Engkau." (HR Ahmad).
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Asep Sapaat
Mendidik budi pekerti sejak dini memanglah sangat penting. Apalagi di zaman sekarang ini.
ReplyDeleteMemang di zaman sekarang ini banyak sekali manusia terpelajar, tetapi sangat minim orang yang berbudi pekerti baik. Termasuk saya. Hahaha
Eh, bukan. Saya bukan orang terpelajar tetapi berbudi pekerti buruk. Melainkan orang tak terpelajar dan tak berbudi pekerti. Wkwkwkwkw
DeleteBenar mendidik diri sendiri terlebih dulu dan tanpa disadari anak-anak, bahkan orang lain akan meniru budipekerti kita.
ReplyDeleteBenar gitu kan mas Jaey?
@Djacka Artub, kenapa kang, kurang minum Aqua ya.. Santai aja kang Hehee!
ReplyDelete@Lisa Nel, betul mbak, diiringi juga dengan tindakan edukatif dan doa.
Pendidikan budi pekerti itu harus di utamakan kepada anak-anak sejak dini. Tapi sayangnya sekarang banyak orangtua yang kurang memahami pendidikan budi pekerti.
ReplyDelete@indra hidayat, ya mungkin bisa ditambahkan kembali dalam kurikulum sekolah, atau melalui situs seperti post dari republika ini, menjadi tugas kita bersama wkwkk
ReplyDelete